Month: December 2021

Persyaratan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)

1. Ketentuan Umum Warga Negara Indonesia (WNI) berdomisili di Indonesia. Usia minimal 21 tahun atau telah menikah dan maksimal 55 tahun saat kredit lunas atau ketentuan pensiun perusahaan. Belum memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi. Merupakan pegawai tetap atau pegawai kontrak dengan masa kerja minimal 2 tahun. Gaji pokok minimal Rp3 Juta dan maksimal Rp8 Juta untuk Rumah Tapak, maksimal Rp8 Juta untuk Rumah Susun. Wajib membeli hunian dari pengembang yang sudah terdaftar di Kementerian PUPR, dan spesifikasi hunian sesuai dengan peraturan pemerintah. 2. Fitur dan Benefit Jangka waktu kredit 20 tahun, 15 tahun dan 10 tahun Suku bunga 5% fixed sepanjang tenor Limit kredit maksimal sesuai ketentuan batas harga rumah dari Kemenpupera Bebas biaya asuransi, appraisal, dan PPN rumah Tidak ada penalti pelunasan (hanya bisa pelunasan sepenuhnya) 3. Uang Muka Minimal 1% untuk nasabah payroll Minimal 5% untuk nasabah non payroll Minimal 0% untuk TNI, ASN, dan Polri Dapat diberikan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebesar Rp4 Juta (Khusus untuk Papua & Papua Barat SBUM sebesar Rp10 Juta) 4. Biaya Kredit Provisi kredit sebesar 0,5% Biaya Administrasi sebesar Rp250 ribu 5. Persyaratan dokumen pengajuan Surat pernyataan pemohon KPR Sejahtera FLPP ditandatangani oleh dan debitur dan pasangan (jika telah menikah) Fotocopy KTP, KK, Surat Nikah Foto calon debitur dan pasangan (jika telah menikah) Surat Keterangan Domisili (jika alamat berbeda dengan KTP) Surat Keterangan Tidak Memiliki Rumah (SKTMR) Fotocopy Rekening Koran 3 bulan terakhir Fotocopy Surat Keterangan Penghasilan dari perusahaan atau fotocopy slip gaji Fotocopy NPWP Fotocopy SPT Tahunan PPh Orang PribadI (kecuali merupakan PTKP)

Pengertian BI Checking, Skor, dan Cara Melihatnya

Salah satu faktor yang membuat seseorang bisa mendapatkan persetujuan kredit dari bank atau lembaga keuangan lainnya adalah BI Checking. Pasalnya ketika mengajukan kredit ke bank dalam prosesnya mensyaratkan BI Checking, baik mengajukan Kredit Tanpa Agunan (KTA), Kredit Pemilikan Rumah (KPR), maupun kartu kredit. BI Checking sendiri merupakan Informasi Debitur Individual (IDI) Historis yang mencatat lancar atau macetnya pembayaran kredit (kolektibilitas). BI Checking dulunya adalah salah satu layanan informasi riwayat kredit dalam Sistem Informasi Debitur (SID), di mana informasi kredit nasabah tersebut saling dipertukarkan antar-bank dan lembaga keuangan. Dalam SID, informasi yang dipertukarkan antara lain identitas debitur agunan, pemilik dan pengurus badan usaha yang jadi debitur, jumlah pembiayaan yang diterima, dan riwayat pembayaran cicilan kredit, hingga kredit macet. Adapun, setiap bank dan lembaga keuangan yang terdaftar dalam Biro Informasi Kredit (BIK) bisa mengakses seluruh informasi di SID, termasuk BI Checking. Data-data nasabah ini diberikan oleh anggota BIK ke BI setiap bulannya yang kemudian dikumpulkan secara berkala oleh BI dan diintegrasikan dalam sistem SID. Seperti dikutip dari laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), SID kini sudah berganti nama menjadi Sistem Layanan Informasi Keuangan atau SLIK. Latar belakang pergantian nama ini dikarenakan fungsi pengawasan perbankan sudah tidak lagi berada di bawah BI melainkan diberikan kepada OJK. Di SLIK sendiri, layanan informasi riwayat kredit nasabah perbankan dan lembaga keuangan lainnya disebut dengan layanan informasi debitur (iDEB). Di dalam iDEB, bank dan lembaga pembiayaan serta keuangan mempunyai akses data debitur dan kewajiban melaporkan data debitur ke Sistem Informasi Debitur (SID). Sebagaimana dikutip dari laman resmi BI, BI Checking atau IDI Historis menyimpan identitas debitur, pemilik dan pengurus, fasilitas penyediaan dana atau pembiayaan yang diterima, agunan, penjamin, dan kolektibilitas. Semua informasi dari BI Checking dapat diakses lembaga keuangan, baik bank maupun non-bank, dalam 24 jam setiap harinya asalkan terdaftar sebagai anggota Biro Informasi Kredit. Dari SID ini, informasi di mana setiap nasabah debitur yang pernah mengajukan kredit akan diberikan skor berdasarkan catatan kreditnya. Penentuan skor kredit dilihat dari catatan kolektibilitas si calon debitur (pengambil kredit). Skor kredit yang diberikan dihitung dari 1-5. Berikut ini pembagian kategori kredit berdasarkan skornya dalam BI Checking. Rincian skor kredit berdasarkan BI Checking: Skor 1: Kredit Lancar, artinya debitur selalu memenuhi kewajibannya untuk membayar cicilan setiap bulan beserta bunganya hingga lunas tanpa pernah menunggak. Skor 2: Kredit DPK atau Kredit dalam Perhatian Khusus, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 1-90 hari Skor 3: Kredit Tidak Lancar, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 91-120 hari Skor 4: Kredit Diragukan, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit 121-180 hari Skor 5: Kredit Macet, artinya debitur tercatat menunggak cicilan kredit lebih 180 hari. Dari skor 1-5, bank akan menolak pengajuan kredit calon debitur yang BI Checking-nya mendapat skor 3, skor 4, dan skor 5 yang tentu saja masuk ke dalam Black List BI Checking. Sebab bank sama sekali tak mau ambil risiko kalau nantinya kredit yang diberikan bermasalah atau non performing loan (NPL). Non performing loan (NPL) sendiri adalah indikator penting yang digunakan untuk mengukur seberapa sehat suatu bank. Adanya NPL mengakibatkan modal bank menjadi berkurang sehingga berimbas pada pemberian kredit yang akan datang. Sementara itu, BI Checking calon debitur yang disukai bank adalah mereka yang memiliki skor 1. Kemudian skor 2 masih perlu diawasi karena dikhawatirkan sewaktu-waktu kredit dalam perhatian khusus ini bisa berdampak pada NPL. Cara Melihat BI Checking Selain anggota BIK, informasi SID juga bisa diakses publik dalam hal ini masyarakat. Bagi masyarakat yang ingin mengetahui catatan kreditnya bisa mengajukan informasi SID ke kantor OJK di mana layanan ini tidak dipungut biaya. Berikut penjelasan melihat BI Checking seperti dikutip dari laman OJK. Prosedur melihat BI checking yang kini berubah menjadi SLIK Siapkan kartu identitas asli, KTP bagi Warga Negara Indonesia (WNI) atau Paspor bagi Warga Negara Asing (WNA) untuk debitur perorangan sedangkan untuk debitur badan usaha wajib membawa fotokopi identitas badan usaha dan identitas pengurus dengan menunjukkan identitas asli badan usaha. Datang ke kantor OJK di Jakarta maupun kantor-kantor perwakilan OJK di daerah Isi formulir permohonan SID. Jika dokumen lengkap, maka petugas OJK akan melakukan pencetakan hasil iDEB. Cara melihat BI checking secara online Buka laman permohonan SLIK https://konsumen.ojk.go.id/minisitedplk/registrasi Isi formulir dan nomor antrean Upload foto scan dokumen yang dibutuhkan yakni KTP untuk WNI dan paspor untuk WNA. Untuk badan usaha wajib melampirkan identitas pengurus, NPWP, dan akta pendirian perusahaan Jika seluruhnya sudah selesaikan, klik tombol “Kirim” setelah sebelumnya mengisi kolom captcha Tunggu email konfirmasi dari OJK berisi bukti registrasi antrean SLIK online OJK akan melakukan verifikasi data, dan pemohon akan menerima pemberitahuan dari OJK berupa hasil verifikasi antrean SLIK online paling lambat H-2 dari tanggal antrean Apabila data yang disampaikan valid, maka nasabah bisa mencetak atau print formulir pada email dan memberikan tanda tangan sebanyak 3 kali Foto atau scan formulir yang telah ditandatangani harus dikirim ke nomor WhatsApp yang tertera pada email beserta foto selfie dengan menunjukan KTP OJK akan melakukan verifikasi lanjutan via WhatsApp dan melakukan video call apabila diperlukan Jika lolos verifikasi, maka OJK akan mengirimkan hasil iDeb SLIK melalui email Membersihkan BI Checking Buruknya BI Checking atau IDI Historis mendapat skor 3 karena adanya cicilan yang tak terbayarkan atau tertunggak bisa mengganggu ketika ingin mengajukan kredit. Namun, BI Checking dengan skor buruk bisa menjadi bersih dengan melakukan sejumlah hal berikut ini. Cicilan kredit atau utang yang tertunggak segera dilunasi. Sebab di bank manapun Anda mengajukan kredit, dijamin tak akan mendapat persetujuan jika skor atau kualitas catatan kredit Anda masih buruk. Setelah melunasi tunggakan cicilan kredit atau utang, pantau BI Checking Anda dan perhatikan apakah skor mengalami perubahan. Jika belum ada perubahan, Anda bisa mengajukan komplain ke bank di mana Anda mengambil kredit. Membawa surat penjelasan atau klarifikasi dari bank di mana Anda mengajukan kredit, lalu konfirmasikan ke OJK bahwa Anda telah menuntaskan kewajiban kredit. Lalu tunggu sampai BI Checking dinyatakan benar-benar bersih. Setelah memahami apa itu BI Checking serta cara melihat dan membersihkannya, ada baiknya untuk merencanakan keuangan Anda agar terkelola dengan baik. Sumber: CIMBNiaga

Harga, Peraturan & Syarat Beli Rumah Subsidi

Pemerintah sebagai penyelenggara tatanan kenegaraan yang sah menyadari keterbatasan sebagian kalangan masyarakat dengan pendapatan rendah untuk membeli rumah. Oleh karena itu, pemerintah menggagas rumah bersubsidi. Program Rumah Subsidi ini memang diperuntukkan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Harapannya, dengan bantuan tersebut maka masyarakat bisa memiliki hunian yang layak. Apa sebenarnya pengertian rumah subsidi? Rumah bersubsidi adalah rumah yang dibeli dengan kredit atau pembiayaan yang dibantu pemerintah. Bantuan ini bisa berupa dana murah jangka panjang, subsidi selisih bunga, ataupun subsidi uang muka. Karena mekanismenya kredit, maka subsidi ini kerap disebut sebagai KPR Rumah Subsidi. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sudah menyiapkan anggaran sebesar Rp21,69 triliun. Anggaran sebesar ini rencananya diperuntukkan bagi pembiayaan KPR Rumah Subsidi sebanyak 380.276 unit. Sesuai dengan namanya, KPR Rumah Subsidi disalurkan lewat 4 macam program, yakni: TAPERA : Tabungan Perumahan Rakyat FLPP      : Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan SSB        : Subsidi Selisih Bunga BP2BT   : Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan Syarat KPR Rumah Subsidi Target penerima subsidi ini umumnya adalah masyarakat berpenghasilan rendah atau mereka yang gaji bulanannya maksimal Rp8 juta. Pada tahun ini, umumnya penerima adalah mereka yang bergaji dengan kisaran Rp2-4 juta perbulan. Dari sisi profesi, kebanyakan adalah pekerja swasta, wiraswasta, PNS/TNI/Polri, dan pekerja informal. Secara umum syarat mendapatkan rumah bersubsidi adalah: Warga Indonesia dan tinggal di Indonesia Sudah berkeluarga atau minimal berusia 21 tahun Penerima maupun pasangannya belum pernah menerima subsidi dan belum pernah memiliki rumah Gaji maksimal Rp8 juta per bulan Memiliki NPWP dan sudah lapor pajak tahunan Sudah bekerja atau usaha setidaknya setahun Harga Rumah Subsidi Karena rumah ini disubsidi negara, maka penerima subsidi tak boleh asal membeli rumah. Ada batasan berapa harga rumah yang boleh mereka beli. Sesuai dengan Keputusan Menteri PUPR Nomor 242/KPTS/M/2020, batasan harga ini dibagi ke dalam 6 lokasi: Jawa (di luar Jabodetabek) maksimal Rp150,5 juta. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, maksimal Rp168 juta Sumatera (di luar Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai) maksimal Rp150,5 juta. Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai, dan Kepulauan Riau maksimal Rp156,5 juta. Kepulauan Anambas maksimal Rp168 juta Kalimantan (di luar Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu) maksimal Rp164,5 juta. Kabupaten Murung Raya dan Kabupaten Mahakam Ulu maksimal Rp168 juta Sulawesi maksimal Rp156,5 juta Maluku, Maluku Utara, Bali dan Nusa Tenggara maksimal Rp168 juta Papua dan Papua Barat maksimal Rp219 juta Peraturan Renovasi Rumah Subsidi Merujuk aturan tersebut, maka harga rumah bersubsidi tentu sangat murah dibanding dengan harga pasar rumah komersial. Jika ada yang masuk kategori penerima subsidi, lalu membeli rumah tersebut, dan kemudian melakukan renovasi rumah bersubsidi, apakah bisa? Sayangnya tidak semudah itu. Penerima rumah ini terikat beberapa larangan, salah satunya tak mudah melakukan renovasi. Jika mau renovasi, maka harus memenuhi beberapa syarat ini: 1. Kredit sudah berjalan lebih dari 5 tahun Anda baru bisa membuat renovasi rumah subsidi jika cicilan sudah lewat dari 5 tahun. Jika merenovasi sebelum masa itu, maka akan dikenai sanksi berupa 2. Tidak Mengubah Tampilan Depan Rumah Misal kredit sudah lewat 5 tahun, renovasi rumah bersubsidi pun hanya bisa dilakukan secara ringan. Tak boleh sampai mengubah tampilan muka/fasad rumah. 3. Hanya Memperbaiki Kerusakan Renovasi rumah subsidi juga tak boleh dengan menambah bagus atau mempercantik. Hanya boleh memperbaiki kerusakan yang terjadi pada bangunan. 4. Hanya Boleh Menggunakan Lahan yang Ada Renovasi rumah subsidi juga tak boleh dilakukan dengan menambah lahan. Nah, jika Anda memang berminat dengan rumah bersubsidi, pahami syarat, aturan, dan larangannya. Karena, aturan rumah ini berbeda dengan aturan rumah komersial biasanya. Jika dilanggar, maka bisa dikenai sanksi berupa harus mengembalikan bantuan atau subsidi yang sudah diterima. Apabila tertarik mengetahui lebih lanjut mengenai properti.

Kementerian PUPR Mengalokasikan Anggaran Rumah Subsidi Rp. 28 Triliun di 2022

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berkomitmen meningkatkan kemudahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk memiliki hunian layak melalui bantuan pembiayaan perumahan. Kementerian PUPR telah mengalokasikan program bantuan pembiayaan perumahan, yang direncanakan sebesar Rp 28 triliun pada tahun 2022. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus berkomitmen meningkatkan kemudahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk memiliki hunian layak melalui bantuan pembiayaan perumahan. Kementerian PUPR telah mengalokasikan program bantuan pembiayaan perumahan, yang direncanakan sebesar Rp 28 triliun pada tahun 2022. Bantuan tersebut, disalurkan melalui empat program subsidi perumahan yakni Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebanyak 200.000 unit, Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) 24.426 unit, Subsidi Selisih Bunga (SSB) 769.903 unit, dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) 200.000 unit. “Untuk penyaluran Kredit Perumahan Rakyat (KPR) bersubsidi pada tahun 2022, Kementerian PUPR akan lebih fokus untuk mendorong para stakeholder, khususnya perbankan dan pengembang agar memperhatikan kualitas perumahan, yang bisa dituangkan dalam perjanjian kerjasama,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam sambutan HUT KPR BTN Ke-45 di Jakarta, Jumat (10/12/2021). Menurut Basuki, untuk mewujudkan perumahan yang berkualitas dibutuhkan dukungan Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai Lembaga Jasa Keuangan serta BUMN yang sejak awal berkomitmen mendukung pemenuhan kebutuhan perumahan. “Saya juga berharap Bank BTN dapat bersama-sama mengawasi kualitas dan menyediakan perumahan yang layak huni, serta melakukan pengawasan dan evaluasi dalam proses kepemilikan rumah melalui KPR yang dijalankan,” tutur Basuki. Di 2021 sendiri, Kementerian PUPR mengalokasikan pembiayaan perumahan melalui dana FLPP sebesar 157.500 unit, SSB untuk 859.582 unit, SBUM 157.500 unit, dan BP2BT sebanyak 18.950 unit. sumber: BeritaSatu.com

Perjalanan Historis Kebijakan Pembiayaan Perumahan Indonesia

Kebijakan dan program pembiayaan perumahan di Indonesia secara ekstensif telah dimulai sejak tahun 1976 dengan dilaksanakannya subsidi pembiayaan perumahan, baik berupa subsidi uang muka dan/atau selisih bunga maupun penyediaan dana murah jangka panjang. Berikut merupakan perjalanan historis sistem pembiayaan perumahan di Indonesia. Tahun 1976-2000: KPR Bersubsidi Pertama Program Kredit Rumah (KPR) bersubsidi sudah berlangsung sejak 38 tahun lalu di Indonesia. Sejarah awal dari KPR adalah ditunjuknya Bank BTN oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 29 Januari 1974 sebagai wadah pembiayaan proyek perumahan untuk rakyat. Sejalan dengan tugas tersebut, realisasi KPR pertama di Indonesia terjadi pada tanggal 10 Desember 1976 yang dilaksanakan di Kota Semarang oleh Bank BTN. Pada tanggal itu pula dijadikan sebagai hari KPR atau ulang tahun KPR di Indonesia. KPR subsidi dilakukan dengan pola penempatan dana dari pemerintah dan Bank Indonesia, yang dicampur dengan dana dari Bank BTN. Tahun 2001-2010: FLPP melalui KPR Sejahtera Tapak dan Susun Periode ini menggambarkan perjalanan KPR untuk rumah sederhana maupun rumah sangat sederhana yang targetnya secara spesifik merupakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 139 Tahun 2002 yang mengatur tentang pengadaan perumahan dan permukiman dengan dukungan fasilitas KPR bersubsidi, baik untuk Kredit Pemilikan Rumah Sederhana (KP-RS) maupun untuk Kredit Pemilikan Rumah Sangat Sederhana (KP-RSS), Bank BTN melakukan penyesuaian skema KPR subsidi menjadi skema subsidi selisih bunga. Bank BTN bertanggung jawab dalam hal menyediakan dana untuk pokok pinjaman sementara pemerintah hanya menyediakan subsidi bunga senilai selisih bunga pasar dengan bunga subsidi dan jangka waktu subsidi bunga berbatas. Hal ini terus diupayakan penyempurnaannya hingga tahun 2007 mulai disalurkan Kredit Mikro Pembangunan/Perbaikan Rumah Swadaya Bersubsidi (KPRS Mikro Bersubsidi) dengan bantuan pembiayaan rumah swadaya berbentuk subsidi selisih bunga atau subsidi membangun/memperbaiki rumah. Selain untuk rumah tapak, melalui Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No. 7 Tahun 2007 Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) juga mengeluarkan aturan mengenai pemberian subsidi untuk satuan rumah susun. Per 1 Oktober 2010 merupakan era baru dalam penyaluran KPR Bersubsidi. Kemenpera memberlakukan skim baru pembiayaan perumahan rakyat, yaitu Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang disalurkan melalui KPR Sejahtera Tapak dan Susun. Ciri khasnya adalah bunga tetap selama jangka waktu kredit. Tahun 2011-2017: Prioritisasi MBR melalui Program Satu Juta Rumah Agar pelaksanaan KPR FLPP bisa tercapai maksimal, pada tahun 2012 Kemenpera bekerja sama dengan 21 bank pelaksana KPR FLPP, terdiri dari 6 bank nasional dan 15 bank pembangunan daerah. Pada tahun 2015, pemerintah mengeluarkan Program Satu Juta Rumah guna terus mendorong penyediaan perumahan bagi MBR, baik melalui skema FLPP, Subsidi Selisih Bunga (SSB), maupun Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM). Berbagai program pun diluncurkan pemerintah sehingga tak hanya pekerja formal yang dapat mengakses pembiayaan perumahan ini, namun juga pekerja informal seperti PKL, nelayan, petani, peternak, bahkan bermitra dengan perusahaan penyedia jasa transportasi online untuk pembiayaan perumahan bagi pengemudinya. Tahun 2018-sekarang: Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan Berbagai kebijakan pada periode sebelumnya terus berlanjut dan diupayakan penyempurnaannya hingga saat ini. Adapun dua program baru berbasis tabungan diterbitkan dalam kurun waktu ini, yakni program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Pada tahun 2019 ditargetkan penerbitan KPR sebanyak 234.000 unit rumah yang terbagi menjadi 84.000 unit dengan skema FLPP, 100.000 unit dengan skema SSB, 14.000 unit dengan skema BP2BT, dan 36.000 unit dengan skema Tapera.

Mengenal Tipe-Tipe rumah yang ada di Indonesia

Memiliki rumah impian merupakan salah satu keinginan yang kerap kali jadi target bagi setiap orang. Pasalnya, dengan memiliki rumah impian sendiri akan hadir rasa bangga yang menggambarkan Anda memang sangat memikirkan masa depan, mapan, dan orang dengan karakter yang terencana. Namun, sebelum anda hendak membeli rumah, ada baiknya untuk mengenal dulu tipe-tipe rumah terlebih dahulu. Dengan mengenal tipe-tipe rumah, Anda pun akan lebih mudah menyesuaikan keinginan dengan kondisi finansial. Mengenal tipe-tipe rumah yang ada di pasaran merupakan salah satu upaya dalam menyesuaikan impian dengan keinginan Anda dalam memiliki rumah. Pasalnya, membeli rumah merupakan sebuah hal yang tidak mudah. Berikut adalah tipe tipe rumah yang ada di Indonesia. 1. Tipe 21 Jika Anda berencana memiliki rumah setelah menikah dan masih ingin merasakan hangatnya kehidupan pasangan muda berdua, rumah tipe 21 bisa jadi pilihan yang cukup memenuhi kebutuhan Anda. Dalam mengenal lebih dalam tentang tipe-tipe rumah, tipe rumah 21 memiliki luas bangunan 21 meter persegi. Di dalam rumah tipe 21, biasanya sudah memiliki ruangan satu kamar tidur, satu ruang keluarga yang biasanya memiliki akses langsung menuju dapur, dan satu kamar mandi. Tidak jarang juga rumah tipe 21 memiliki lahan khusus untuk taman kecil baik di bagian depan atau belakang rumah. Selain itu, untuk area cluster biasanya tipe rumah ini sudah tersedia carport untuk kendaraan Anda. Secara kisaran harga, Anda bisa memiliki rumah tipe 21 mulai dari harga Rp 60 juta hingga Rp 300 juta. Variasi harga tersebut dipengaruhi oleh lokasi dan lingkungan dari rumah yang Anda miliki nantinya. 2. Tipe 36 Jika Anda sudah memiliki keluarga dengan anak dan ingin pindah ke rumah yang lebih besar namun tidak ada ruang yang terbuang sia-sia, rumah dengan tipe 36 bisa jadi alternatif yang bisa Anda masukan ke dalam rencana. Karakteristik dari tipe-tipe rumah 36 adalah bangunannya memiliki luas 36 meter persegi. Secara spesifikasi, rumah tipe 36 ini tidak jauh beda dengan rumah tipe 21. Yang jadi pembeda adalah hadirnya dimensi ruang tamu atau ruang keluarga yang lebih luas. Untuk kamar tidur, secara umum rumah tipe ini memiliki dua buah kamar, yang cocok jika Anda memiliki keluarga dengan satu atau dua anak kecil. Namun, perlu diperhatikan, tidak semua rumah tipe 36 memiliki dua buah kamar, terkadang ada juga yang hanya memiliki satu kamar. Untuk kisaran harga, rata-rata rumah tipe ini dibanderol dengan harga mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 400 juta. 3. Tipe 45 Secara popularitas, rumah dengan tipe 45 merupakan tipe rumah favorit yang diincar oleh kebanyakan orang di Indonesia. Pasalnya rumah tipe ini memiliki spesifikasi ideal untuk orang yang sudah berkeluarga. Jika Anda dan keluarga hendak memilih rumah tipe 45, Anda akan mendapatkan rumah dengan dua buah kamar tidur, satu ruang tamu, satu ruang keluarga, satu dapur, serta area teras dan taman yang lebih luas. Sesuai dengan namanya, tipe-tipe rumah 45 ini identik memiliki bangunan seluas 45 meter persegi dengan tanah seluas 96 meter persegi. Perihal harga, kerap ditemui rumah tipe 45 memiliki angka di kisaran Rp 200 juta hingga Rp 500 juta per unitnya. Selain lokasi dan lingkungan, kualitas bangunan dan materialnya punya peranan jadi pembeda untuk harganya. 4. Tipe 54 Bagi Anda yang sudah berkeluarga dan memiliki anak lebih dari dua, mungkin sudah saatnya Anda pikirkan untuk pindah ke rumah yang lebih besar. Salah satu alternatif yang bisa Anda jadikan incaran untuk hal tersebut adalah rumah dengan tipe 54. Rumah tipe 54 merupakan bangunan rumah yang memiliki luas 54 meter persegi. Di dalam bangunannya, Anda akan mendapatkan dua hingga tiga buah kamar tidur. Cocok jika salah satu anak Anda sudah mulai beranjak remaja dan membutuhkan privasi. Selain itu, biasanya rumah ini hadir dalam rumah dua lantai yang memiliki ruang keluarga, ruang tamu, dapur, serta halaman terbuka yang luas. Untuk memiliki rumah tipe 54, Anda perlu menyiapkan budget mulai dari Rp 300 juta hingga Rp 800 juta. Tergantung lokasi yang Anda pilih. 5. Tipe 60 Jika Anda dan keluarga sudah mulai merasa mapan dan cukup memiliki kebebasan finansial, memiliki rumah baru dengan ukuran yang lebih luas bisa meningkatkan prestise yang Anda miliki saat ini. Rumah tipe 60 biasanya memang disasar untuk pasar kalangan menengah ke atas. Untuk kamar tidur sendiri, rumah ini memiliki 3 hingga 4 kamar tidur. Untuk konfigurasi kamarnya tergantung jenis rumahnya apakah satu lantai atau dua lantai. Selain itu, dimensi ruang seperti ruang tamu, ruang keluarga, dapur, dan teras juga hadir lebih luas. Selain carport, biasanya rumah tipe ini juga dibekali dengan garasi. Jadi Anda bisa menyimpan kendaraan lebih dari satu. Untuk harga, rumah tipe ini biasa ditemui memiliki kisaran Rp 400 juta hingga 900 juta. 6. Tipe 70 Dengan memiliki rumah dengan bangunan seluas 70 meter seperti rumah tipe 70, Anda bisa merancang rumah sesuai dengan konfigurasi yang Anda inginkan. Mulai dari berapa lantai yang diinginkan, berapa kamar, hingga luas taman, semuanya keputusan terkait desain ada di tangan Anda. Namun, jika Anda membeli rumah yang sudah jadi di awal dan belum ada keinginan untuk mengubahnya, Anda akan mendapatkan empat hingga 5 buah kamar yang tersebar di dalam rumah. Dengan dimensi ruangan pendukung yang lebih luas dibandingkan tipe-tipe rumah lainnya. Untuk persiapan budget, sebetulnya Anda bisa memiliki rumah tipe 70 ini mulai dari Rp 500 juta hingga 1-2 milyar. 7. Tipe 120 Rumah dengan tipe 120 merupakan tipe rumah yang paling luas yang saat ini tersedia di pasar properti Indonesia. Dengan luas bangunan 120 meter, biasanya rumah ini dirancang untuk memenuhi impian pemiliknya. Anda sebagai pemilik bisa mengaplikasikan berbagai gaya arsitektur yang Anda gemari untuk tipe rumah ini. Anda pun bisa berkreasi menyediakan jumlah ruang, seperti kamar tidur, kamar mandi, ruang keluarga, ruang makan, dapur, hingga ruang kerja sesuai dengan kebutuhan Anda. Aplikasi desain tanpa batas sangat cocok untuk rumah dengan tipe 120 ini.